NASIONAL - Mahasiswa Universitas Kristen Indonesia (UKI) bernama Leonardo Siahaan dan Fransiscus Arian Sinaga menggugat UU Polri ke MK. Mereka mempermasalahkan pasal 16 ayat (1) UU Polri soal wewenang penggeledahan.
Gugatan yang dilayangkan dua mahasiswa UKI, dikeluarkan setelah ramai kasus Aipda Ambarita menggeledah identitas warga saat razia. Aksi Ambarita itu ditayangkan di program televisi dan viral di media sosial.
Atas gugatan itu, Mahkamah Konstitusi (MK) menolak uji materi pasal 16 ayat (1) Undang-Undang Polri soal kewenangan polisi menggeledah warga.
Mahkamah berpendapat permohonan itu tidak beralasan menurut hukum, serta menilai penggeledahan sewenang-wenang bukanlah persoalan konstitusionalitas norma, melainkan persoalan implementasi dari norma tersebut.
Baca juga:
Polda Kaltim Akan Peroses Kasus Pencabulan
|
"Menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya, " dikutip dari salinan putusan yang diunggah di situs resmi MK.
Dalam pertimbangan, MK meny tidak melanggar hak atas jaminan perlindungan. Mahkamah mengingatkan batasan-batasan kewenangan polisi diatur dalam aturan teknis.
Asas Praduga Tak Bersalah
MK menyadari penggeledahan yang ditayangkan di televisi berpotensi bertentangan dengan asas praduga tak bersalah. Oleh karena itu, MK meminta kepolisian dan media massa memperhatikan asas tersebut saat menayangkan proses penegakan hukum.
"Mahkamah menegaskan agar diimplementasikan dengan selalu menjunjung prinsip due process of law yang berdampingan dengan asas praduga tak bersalah sebagaimana diamanatkan oleh KUHAP, " ucap MK.Lebih lanjut, MK mengingatkan masyarakat punya hak untuk mengajukan keberatan terhadap proses penegakan hukum. Mahkamah meminta warga melapor jika ada pelanggaran dalam penegakan hukum.
“Mahkamah mengingatkan agar masyarakat selalu mendukung pelaksanaan tugas Kepolisian dengan menyeimbangkan perlindungan hak asasi yang dimilikinya dengan cara tidak segan-segan untuk mengingatkan kepada aparat Kepolisian dan mengajukan keberatan apabila dalam pelaksanaan tugasnya Kepolisian melanggar hak asasinya, ” bunyi pertimbangan MK. (HS)