OPINI - Konflik Prabowo vs Jokowi secara teoritis mirip perseteruan Megawati vs Jokowi. Untuk kasus yang kedua saya pernah tulis sebuah artikel di media tanggal 23 oktober tahun 2017. Judulnya "Adu Kuat Megawati vs Jokowi". Ledakan konflik Megawati vs Jokowi baru disadari oleh publik jelang pemilu 2024.
Sebagaimana Megawati vs Jokowi, Prabowo dan Jokowi punya kepentingan yang berbeda. Konflik itu terjadi ketika dua kepentingan itu ada di obyek yang sama. Di sinilah keduanya akan bertabrakan.
Baca juga:
Afrizal Sintong: Golkar Rohil, Rohil Golkar
|
Saya ingin berikan contoh yang paling mudah dipahami. Yaitu kepentingan pilpres 2029. Prabowo ingin dua periode. Jokowi ingin putra sulungnya yaitu Gibran yang maju di 2029. Keduanya tentu sudah saling menyiapkan.
Bagaimana dengan informasi yang bersumber dari Hasto dan disampaikan oleh Conie tentang adanya "kontrak politik Jokowi dan Prabowo" bahwa Prabowo hanya akan jadi presiden dua sampai tiga tahun saja. Anggap saja informasi ini benar. Tapi, satu hal yang paling mendasar harus kita pahami bahwa politik itu dinamis. Semua "kontrak politik" akan dibaikan ketika situasi tidak mendukung.
Jika Prabowo mundur di tengah jalan, maka rakyat akan marah dan menghujatnya. Indonesia akan gaduh dan stabilitas nasional terancam. Ini bisa jadi alasan, bahkan alibi bagi Prabowo untuk mengabaikan kontrak politik itu. Itupun kalau benar ada kontrak politik.
Gak ada bedanya dengan kontrak politik "Batu Tulis" yang pernah dibuat Megawati dan Prabowo pada tahun 2009. Terabaikan begitu saja ketika muncul nama Jokowi jelang pemilu 2014. PDIP usung Jokowi dan lupakan Prabowo. Kontrak "Batu Tulis" hanya menjadi sebuah kenangan yang memilukan. Ini biasa dalam politik.
Intinya, menuju 2029 akan banyak konflik politik antara Jokowi vs Prabowo. Kasus PIK-2 boleh jadi adalah awal konflik itu. Jokowi yang menjadikan PIK-2 sebagai PSN. Dari sini kemudian muncul pagar laut, SHM dan HGB ilegal. Atas desakan rakyat yang semakin masif dan gelombang massa yang makin besar, Prabowo akhirnya memilih untuk robohkan pagar laut, serta batalkan SHM dan HGB. Memang belum semuanya, tapi telah dilakukan secara bertahap. Rakyat tidak berhenti demo sebelum status PSN untuk PIK-2 dicabut.
Persoalan PIK-2 semakin menyala setelah Gedung Kementerian ATR terbakar. Terbakar atau dibakar? Biarlah ini jadi urusan pihak berwajib. Kasusnya mirip Gedung Kejaksaan yang terbakar beberapa waktu lalu setelah usut kasus korupsi timah.
Tidak hanya PIK-2. Semua kasus ilegal yang melibatkan oligarki akan terus dituntut oleh rakyat untuk dibatalkan. Prabowo punya legacy untuk mengambil kembali semua aset negara yang telah dikuasai oleh para oligarki atas nama aspirasi, ekspektasi dan desakan rakyat
Di hadapan TNI-Polri Prabowo secara tegas melarang dua institusi ini menjadi backing oligarki. Tidak hanya omon-omon. Prabowo langsung menerbitkan Perpres No 5 Tahun 2025 Tentang Penertiban Kawasan Hutan. Isinya, semua bentuk usaha yang di wilayah hutan (tambang maupun pertanian) yang tidak mengantongi ijin lengkap, atau mengurus ijinnya dilakukan dengan cara melanggar hukum, maka itu dianggap ilegal. Pelaku akan diberikan sanksi, mulai dari sanksi administrasi, perdata hingga pidana. Lahan yang mereka kuasai akan diambil kembali secara paksa oleh negara.
Prabowo bahkan membentuk Satgas (Satuan Tugas) yang dituangkan dalam Perpres tersebut. Satgas terdiri dari Kemenhan, Mabes TNI, Mabes Polri dan Kejaksaan Agung.
Ini tentu kontra dan berpotensi menjadi ancaman bagi kepentingan orang-orang di lingkaran Jokowi. Oligarki yang "terlalu dimanjakan" di era Jokowi harus berhadapan dengan langkah dan kebijakan politik "nasionalisasi" Prabowo.
Belum lagi bicara IKN. Proyek Mercusuar di era Jokowi ini tidak dianggarkan di APBN. Semula ada anggarannya 14 Triliun Rupiah, tapi dikasih "bintang" alias diblokir dan dialokasikan diantaranya ke makan siang gratis. Dengan menerbitkan Inpres No 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja Negara, anggaran IKN kena dampaknya. Ini ibarat menyelam sambil minum air. Dalam konteks ini, Prabowo cukup cerdas dan cerdik menghadapi mantan presiden yang pernah mempecundanginya dua kali di pilpres. Pilpres 2014 dan 2019.
Kabarnya, menghadapi langkah Prabowo ini, Jokowi sedang melakukan konsolidasi. Sisa-sisa kekuatan Jokowi masih ada di sejumlah institusi hukum. Apakah Prabowo akan membiarkannya? Pasti tidak.
Ini bukan soal moral dan tentang balas budi. Tidak ! Ini soal politik yang meniscayakan setiap kepentingan menjadi dasar untuk mengambil keputusan dan langkah. Secara personal dan moral, Prabowo tidak ada masalah dengan Jokowi. Tapi secara politik, tabrakan kepentingan memaksa mereka harus berhadap-hadapan.
Bisakah anda mengatakan bahwa Rusia dan Amerika bisa berbagi, bersinergi dan berkolaborasi dalam penguasaan global? Itulah gambaran Prabowo vs Jokowi saat ini.
Jakarta, 10 Pebruari 2025
Tony Rosyid*
Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa