OPINI - Hasil quick count pemilihan umum 2024 menciptakan opini publik yang menyesatkan. Perhitungan hasil quick count memberikan kesan seolah-olah hasil akhir pemilu dicerminkan oleh hasil quick count. Banyak pendukung paslon yang terjebak dengan hasil quick count ini.
Banyak yang berpikir pemilu dimenangkan oleh Paslon 02. Komentar berdatangan setelah berulang kali hasil quick count disiarkan oleh "mainstream" stasiun TV, seolah hasil quick count adalah hasil final Pemilu. Padahal undang-undang menetapkan bahwa hasil perhitungan suara yang dikeluarkan oleh KPUlah yang menjadi penentu siapa pemenang Pilpres 2024.
Hasil pengumuman KPU adalah berdasarkan hasil "real count". Deklarasi yang nampaknya sudah lama dipersiapkan oleh kubu 02, memperkuat keyakinan bahwa paslon 02 sudah dipastikan menang, melalui hasil quick count. Presiden Joko Widodo pun tidak ketinggalan memberikan ucapan selamat kepada pemenang quick count paslon 02. Lengkap sudah upaya mempengaruhi opini publik yang berlandaskan hasil quick count.
Banyak pertanyaan yang menyangkut dengan hasil quick count itu sendiri. Quick count merupakan instrument untuk mengetahui "gambaran kasar", untuk memperkirakan siapa yang bakal menang dalam pemilu. Tetapi, hasil quick count tidak harus sejalan dengan hasil real count, sperti yang ditunjukkan oleh hasil quick count Erdogan di Turki dan Anies Baswedan di DKI. Quick count menunjukkan lawan menang, tapi hasil real count menunjukkan sebaliknya.
Quick count dalam pemilu kali ini dilakukan oleh lembaga survey yang juga adalah konsultan dari partai politik pendukung paslon. Jelas objektivitas hasilnya boleh diragukan. Subjektivitas untuk menelorkan hasil, mustahil untuk dihindari, apalgi jika quick count merupakan pesanan kubu yang bertanding dalam pemilu.
Pertanyaan-pertanyaan diseputar metodologi, seperti, basis data yang digunakan, teknik sampling dan keterwakilan unsur-unsur dalam populasi, merupakan serangkaian pertanyaan yang ditujukan kepada lembaga survey yang melakukan quick count. Proses dan perhitungan quick count juga tidak diungkap secara transparan ke publik. Belum lagi pertanyaan mengenai integritas petugas pengumpul data, yang mungkin berkontribusi terhadap akurasi pengambilan data.
Kultur "pembohongan" publik seperti ini perlu kita hindari, demi proses demokrasi yang sehat. Toh akhirnya strategi quick count untuk membangun opini publik juga tidak bekerja seperti yang diharapkan. Berbagai kritik diseputar quick count menandakan bahwa masyarakat sudah pintar. Pengalaman politik selama ini memberikan pembelajaran yang berharga bagi masyarakat.
Tentu saja tidak menutup kemungkinan hasil quick count bisa memprediksi dengan tepat hasil real count. Tapi yang perlu dihindarin dari awal adalah hasil quick count yang menyesatkan publik, seolah hasil quick count adalah penentu kemenangan paslon tertentu yang bertanding dalam pemilu ini. Kita bersama perlu menciptakan proses demokrasi yang sehat di Indonesia.
Jakarta, 17 Februari 2024
Dr. Rino A. Sa'danoer
(Sekjen Badan Pemenangan Anies-Muhaimin)
Baca juga:
Afrizal Sintong: Golkar Rohil, Rohil Golkar
|