Jurnalis
Jurnalis
  • Jan 7, 2022
  • 2334

Ombudsman RI Temukan Potensi Maladministrasi Terkait Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPKKH)

Ombudsman RI Temukan Potensi Maladministrasi Terkait Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPKKH)
Anggota Ombudsman RI, Hery Susanto

JAKARTA, - Ombudsman Republik Indonesia menyampaikan Hasil Kajian Sistemik terkait Tata Kelola dan Pengawasan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) atau Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan dan Pengawasan yang Integratif kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Investasi/BKPM, Badan Informasi Geopasial, Kementerian Keuangan dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, pada Kamis (6/1/2022) di Ruang Abdurahman Wahid, Gedung Ombudsman RI, Jakarta.

Ombudsman RI menemukan dua aspek temuan dan menyampaikan sejumlah saran perbaikan kepada lima institusi terkait.

“Maksud dan tujuan dari kajian ini adalah untuk memperoleh penjelasan mengenai alur proses IPPKH/P2KH dari penerbitan sampai pada pengawasan terhadap IPPKH/P2KH dari pemberi izin, serta tanggung jawab atas kewajiban dari pemegang P2KH, ” ujar Anggota Ombudsman RI, Hery Susanto.

Pihaknya mencatat, berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia, jumlah IPPKH yang diterbitkan meningkat setiap tahunnya terutama untuk kegiatan pertambahan dan non pertambangan. Dimana pada 2018 IPPKH yang terbit sebanyak 49.235.50, 2019 sebanyak 66.311.87, 2020 sebanyak 81.224.47 dan 2021 sebanyak 104.401.71.

Hery menjelaskan, berdasarkan hasil kajian, temuan Ombudsman RI terkait IPPKH terdiri dari aspek tata kelola dan pengawasan. Pada aspek tata kelola, Ombudsman RI menemukan setidaknya 5 potensi maladministrasi, yakni;

1) penundaan berlarut dalam IPPKH,

 2) tidak seragamnya persyaratan permohonan rekomendasi Gubernur daerah mengenai IPPKH,

 3) kurangnya aksesibilitas informasi proses permohonan IPPKH dan belum optimalnya penggunaan sistem Online Single Submission (OSS) IPPKH/P2KH,

 4) belum adanya penyebarluasan informasi Geopasial Tematik (IGT) Kehutanan terkait peta IPPKH dalam Kebijakan Satu Peta (KSO) dan informasi realtime kuota IPPKH dan

 5) sosialisasi yang belum menyeluruh terkait perubahan kebijakan dan prosedur teknis pada kebijakan yang baru.

Sedangkan dalam aspek pengawasan, Ombudsman RI menemukan adanya alokasi anggaran yang tidak memadai dan potensi hasil pengawasan yang tidak independen, adanya keterbatasan sumber daya manusia (SDM) petugas pengawas sehingga memperlama prosedur telaah kawasan, dan kendala pelaksanaan kewajiban terutama rehabilitasi Daerah Aliran Sungai (DAS).

“Hal ini terjadi karena beberapa kendala yaitu penyediaan lahan rehabilitasi, jangka waktu penilaian yang dinilai terlalu singkat serta kurang optimalnya tugas dan kewenangan BPDASHL (Balai Pengelolaan DAS dan Hutan Lindung) dalam pengawasan, ” ucap Hery.

Oleh karena itu, Ombudsman RI memberikan Saran Perbaikan / Tindakan Korektif kepada 5 Kementerian agar dapat ditindaklanjuti selama 30 hari kerja, sebagai berikut:

1. Kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) dan Kementerian Investasi/BKPM agar secara intensif berkoordinasi untuk :

- Menetapkan persyaratan yang spesifik, mudah dipahami dan mudah dilaksanakan sesuai ketentuan yang berlaku P2KH yang dituangkan dalam Standar Operasional Prosedur (SOP) pada setingkat Provinsi melalui DMPTSP

- Melakukan harmonisasi SOP terutama mengenai jangka waktu pelayanan terkait pertimbangan teknis dan telaah fungsi kawasan dalam rangka integrasi dan transformasi mekanisme perizinan ke sistem OSS

- Melakukan percepatan proses transformasi dan integrasi IPPKH/P2KH ke dalam ISS yang dapat diakses secara transparan dan mudah oleh pemohon

- Mempercepat tahapan sosialisasi terkait teknis pelayanan P2KH berdasarkan ketentuan dan kebijakan yang baru ditunjuk bagi pelaksana di lapangan.

2. Kepada Kementerian LHK dan Badan Informasi Geopasial, untuk berkoordinasi secara intensif dalam melakukan percepatan penyediaan dan penyebarluasan Informasi Geopasial Tematik (IGT) Peta IPPKH.

3. Kepada Kementerian LHK dan Kementerian Keuangan, untuk berkoordinasi secara intensif untuk menyediakan kembali alokasi dana dekonsentrasi yang memadai bagi Dinas Kehutanan

4. Kepada Kementerian LHK dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral untuk:

- Melakukan evaluasi dan monitoring efektivitas pelaksanaan MoU/Nota Kesepakatan tentang Peningkatan Koordinasi Pelaksanaan Tugas Bidang Lingkungan dan Kehutanan dan Bidang Energi Dan Sumber Daya Mineral.

- Menindaklanjuti MoU dengan membuat rencana kerja per bidang guna memperkuat koordinasi dan kolaborasi mengenai sharing data kewilayahan.

5. Kepada Kementerian LHK untuk:

- Memperjelas makna kalimat sumber dana lain yang tidak mengikat pada Pasal 415 ayat (2) dan 418 ayat (4) Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI Nomor 7 Tahun 2021

- Menyusun rencana strategi dengan melakukan koordinasi dan rekonsiliasi serta pemutakhiran data IPPKH/P2KH beserta kewajiban yang melekat di dalamnya.

- Meningkatkan kepatuhan pemegang IPPKH/P2KH untuk melaksanakan penanaman dalam rangka rehabilitasi DAS dengan optimasi tugas kewenangan dan dimiliki BPDASHL.

Penyerahan hasil kajian sistemik ini dihadiri oleh Deputi Bidang Pengembangan Iklim Penanaman Modal Kementerian Investasi/BKPM, Yuliot, Direktur Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan Kementerian LHK, Ruandha Agung Sugardiman, dan Direktur Penerimaan Negara Bukan Pajak Sumber Daya Alam dan Kekayaan Negara Dipisahkan Kementerian Keuangan, Kurnia Chairi. (***)

Penulis :
Bagikan :

Berita terkait

MENU