Updates
Updates
  • Apr 16, 2022
  • 2524

Al Muzammil Usul Pendekatan Kesejahteraan Nelayan untuk Atasi Konflik Natuna

Al Muzammil Usul Pendekatan Kesejahteraan Nelayan untuk Atasi Konflik Natuna
Anggota Komisi I DPR RI Al Muzammil Yusuf

BATAM - Anggota Komisi I DPR RI Al Muzammil Yusuf mengusulkan strategi pendekatan industri yang mengutamakan kesejahteraan nelayan dan tidak hanya terfokus pada pendekatan militer dalam mengatasi konflik di wilayah perbatasan zona ekonomi eksklusif (ZEE) Indonesia. Ia berpendapat kehadiran nelayan di wilayah grey area akan menegaskan kepada negara lain bahwa wilayah tersebut adalah wilayah ZEE Indonesia yang mengakui sistem hukum laut United Nation Convention of Law of the Sea (UNCLOS) 1982.

“Jika kita bicara sejauh ini nelayan harus hadir, tidak hanya coast guard. Kita bisa katakan nelayan kita engga bisa di situ pendekatannya bukan saja hanya pendekatan militer, tetapi juga pendekatan kesejahteraan nelayan kita, ” terang Al Muzammil saat menghadiri pertemuan dengan Tim Kunjungan Kerja Reses Komisi I DPR RI dengan Sestama Bakamla RI Laksda TNI S. Irawan, Kepala Kantor Kamla Zona Maritim Barat, Laksamana Pertama Hadi Pranoto dan jajarannya, di Kantor Kamla Zona Maritim Barat, Batam, Kepulauan Riau, Sabtu (16/4/2022).

Ia menceritakan, pada kunjungan Komisi I DPR RI ke Kepulauan Natuna beberapa waktu lalu, kelompok nelayan di daerah tersebut mengeluhkan tidak adanya dukungan pemerintah terhadap nelayan lokal dan justru menghadirkan kelompok nelayan dari daerah lain. Ia melihat konflik seperti ini bisa terhindari jika pemerintah dapat mengimbangi dengan memberikan dukungan kepada nelayan lokal dan penyediaan logistik yang memadai, sehingga akan banyak nelayan yang berkumpul di Laut Natuna Utara untuk mencegah masuknya nelayan asing yang melakukan aktivitas penangkapan ikan ilegal di wilayah Indonesia.

“Nelayan itu datang ke kita waktu itu. Ada tiga kelompok nelayan. Ribut mereka, ada dari Madura dan lainnya. Mereka (nelayan Natuna) menegaskan kalau itu bukan daerahnya Madura, tapi daerahnya kami (Natuna). Jadi ini di dalam kita ada keributan antar nelayan, karenanya yang harus kita bicarakan pendekatan kesehahteraan selain pendekatan militer. Kalau kapal nelayan kita kuat pak, itu mereka akan kumpul disitu bareng-bareng, ” jelas politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini.

Sementara itu, Kepala Kantor Kamla Zona Maritim Barat Laksamana Pertama Hadi Pranoto mengatakan jika pihaknya dan pemerintah telah mencoba untuk mengisi kekosongan daerah perbatasan Laut China Selatan dengan menghadirkan kelompok nelayan dari luar Natuna pada 2020 lalu. Namun, selain terjadi konflik dengan nelayan lokal, kelompok nelayan yang dihadirkan tidak mampu untuk melakukan aktivitas perikanan di perairan tersebut dikarenakan kurang memadainya kapal dan peralatan serta ombak yang sangat kuat sehingga kembali ke daerah asalnya.

“Sebenarnya upaya ini pendekatannya adalah sumber daya manusia kita sendiri. Begitu didatangkan orang Jawa kesana sebenernya orang itu potensi, tapi orang lokal tidak terima karena sumber daya alamnya merasa dikurangi. Kita waktu itu gerakan lebih dari 30 lebih kapal dari Jawa. Karena wilayah sana ombaknya juga 3-4 meter. Makanya kalau ini berlanjut sebetulnya akan ada pengembangan disitu, ya orang kita akan mampu. Udah kita akan tingkatkan tapi ada konflik jadi pulang lagi semua mereka, ” terang Hadi

Pihaknya juga menyampaikan bahwa sedang diusulkan pembentukan gerakan nelayan nasional Indonesia (NNI) untuk mengimbangi aktivitas penangkapan ikan oleh nelayan asal Vietnam dan China. Ia menjelaskan skema yang dipakai sama seperti yang dilakukan oleh negara-negara tersebut yakni memberikan pelatihan dan pembekalan militer kepada para nelayan, sehingga nelayan tersebut juga turut andil berperan dalam menjaga kedaulatan negara.

“Kita juga sudah sampaikan untuk dibentuk gerakan nelayan nasional indonesia itu bukan hanya dia berprofesi sebagai nelayan, tetapi perimbangan dari China juga Vietnam. Kalau nelayannya itu ditangkap, dia ditanya nelayan atau bukan jawabnya bukan, cukup sampaikan saya hadir di sini dibayar untuk hadir saja. Ini memberikan dampak tersendiri bagi kita. Sehingga kehadiran aparatur negara dan lambang-lambang negara juga harus ada, ” pungkas Hadi. (nap/sf)

Penulis :
Bagikan :

Berita terkait

MENU